Pernahkah kamu merasa dunia terlalu cepat berjalan, dan kamu hanya ingin berhenti sejenak… menghirup udara segar, mendengar suara air, dan merasa hidup kembali?

Saya menemukan momen itu di Pulau Pari, hanya 1,5 jam dari Jakarta — tapi terasa seperti ribuan kilometer dari segala kebisingan. Saya datang bukan hanya untuk menyelam, tapi untuk mengingat kembali siapa saya, dan laut menjadi cerminnya.

Perjalanan ini saya lakukan bersama NyelamNusantara, penyedia trip diving yang bukan sekadar bawa kamu ke laut, tapi membawa kamu masuk ke pengalaman utuh menyelam, secara fisik dan emosional. Dan ini kisahnya.

Pagi Hari di Jakarta yang Biasa — Tapi Tujuannya Tidak Jam 6 pagi, Marina Ancol Dermaga 6 masih berkabut lembut. Saya datang membawa satu tas kecil, tapi dengan harapan besar. Tim NyelamNusantara menyambut hangat, lengkap dengan briefing, kopi hangat, dan senyum yang menenangkan.

Speedboat kami berangkat pukul 7 tepat. Jakarta perlahan mengecil di belakang, digantikan birunya laut dan siluet pulau-pulau kecil yang mulai muncul di cakrawala. Hanya 90 menit, tapi terasa seperti perjalanan waktu menuju kehidupan yang lebih tenang.

Pulau Pari adalah salah satu pulau terbaik di Kepulauan Seribu. Tidak seramai Pramuka, tidak sekomersial Tidung — justru itulah pesonanya. Pasir putih, air jernih, dan kehidupan bawah laut yang menggoda. Kami check-in di homestay lokal yang bersih, sejuk, dan penuh keramahan.

Pulau Pari: Surga Tersembunyi yang Menghidupkan Pulau Pari adalah salah satu pulau terbaik di Kepulauan Seribu. Tidak seramai Pramuka, tidak sekomersial Tidung — justru itulah pesonanya. Pasir putih, air jernih, dan kehidupan bawah laut yang menggoda. Kami check-in di homestay lokal yang bersih, sejuk, dan penuh keramahan.

Setelah makan siang ringan, kami siap untuk 2 sesi dive yang akan mengubah cara pandang saya terhadap laut, dan terhadap hidup itu sendiri.

Dive Pertama: Kehidupan yang Bergerak dalam Keheningan Kami naik kapal kecil ke spot pertama: Karang Jeruk. Instruktur dari NyelamNusantara melakukan pengecekan alat, briefing singkat, dan... splash! Saya masuk ke air.

Segalanya tenang di bawah permukaan. Hanya suara gelembung napas dan tarikan masker. Di kedalaman 8–12 meter, terumbu karang membentang seperti taman surgawi. Ikan bannerfish, butterflyfish, hingga sweetlips berenang bersama. Saya melihat clownfish di anemon, dan sea fan coral yang megah.

Tiba-tiba seekor cuttlefish melintas, warnanya berubah-ubah, seperti menjelaskan bahwa laut tak pernah diam. Semua begitu damai, tapi dalam diam itu, ada kehidupan yang sangat dinamis.

Dive Kedua: Taman Kehidupan yang Lain Sore menjelang, kami menuju spot kedua: Tengah Reef. Ini adalah spot yang sedikit lebih dalam, ±15 meter, dengan visibilitas yang memanjakan mata. Di sini saya melihat schooling fish yang membentuk formasi seperti lukisan hidup, baby shark yang berenang di kejauhan, dan nudibranch warna biru elektrik di antara karang.

Arus cukup tenang, dan instruktur menjaga kami tetap aman sambil membiarkan kami mengeksplor. Tidak ada kata selain terpukau.

Setelah Diving: Pulau, Sunset, dan Refleksi Diri Malamnya kami menikmati makan malam seafood di pinggir pantai, ditemani suara ombak. Lalu duduk di pasir, memandangi langit penuh bintang — sesuatu yang tak terlihat dari Jakarta.

Pagi hari berikutnya, kami ikut snorkeling ringan di Pantai Perawan, pantai pasir putih yang tenang dan instagramable. Sambil sarapan terakhir sebelum kembali, saya merasa hati ini penuh. Seperti tangki scuba yang telah diisi oksigen segar — hidup kembali.